Terimakasih Ayah, Telah Menunjukkan Kepada Saya Betapa Miskinnya Kita

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah kampung dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa orang-orang bisa sangat miskin.
Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin. Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya. "Bagaimana perjalanan kali ini?" "Wah, sangat luar biasa Ayah" "Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin" kata ayahnya. "Oh iya" kata anaknya "Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?" tanya ayahnya.
Kemudian si anak menjawab.
"Saya saksikan bahwa :
Kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.
Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ke tengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya. Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari.
Kita memiliki patio sampai ke halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara utuh. Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita.
Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya. Kita membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri.
Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat untuk saling melindungi."
Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara.
Kemudian sang anak menambahkan "Terimakasih Ayah, telah menunjukkan kepada saya betapa miskinnya kita." Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus memikirkan apa yang tidak kita punya.
Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi orang lain. Semua ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang. Membuat kita bertanya apakah yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Allah SWT sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang telah disediakan untuk kita daripada kita terus menerus khawatir untuk meminta lebih.
Jadi, syukurilah hidup ini!
Best Regard Erwin Arianto,SE (Edited by : Tyan)

Kalau Ikan Bisa, Kenapa Kita Tidak?

Melihat judul di atas, apa sih yang terpikir sama kamu? Beuh,, pastinya jangan negative thinking dulu ya… Hehe, bukan bermaksud membandingkan kita dengan ikan sih, tapi coba deh dengerin saya cerita dulu ya, sebelum kita membahas sesuatu yang lebih ‘berat’. ^^
“Kisah ini sih sudah terjadi lama sekali sebenarnya. Waktu saya masih SD. Dulu tinggal di Ciledug, dan bergaul dengan anak-anak kampung yang sangat mengasyikkan sekali waktu itu. Kenapa? Karena kalau bermain pasti ada musimnya. Ada musim pistol-pistolan (yang pelurunya bulet-bulet, bikin bengkak kalo ketembak–sebenarnya bahaya banget kalau kena mata!), ada musim kelereng, musim layangan, musim tamiya, pokoknya macem-macem deh.
Tapi ada satu musim yang memberikan saya sebuah pelajaran, yaitu musim ikan cupang. Tahu kan? Tapi jujur saya tidak suka sama yang namanya cupang petarung yang hitam-hitam itu. Saya sukanya sama ikan cupang hias yang warna-warni. Cerita bermula ketika saya main ke rumah teman, kemudian melihat berbagai cupang hias yang ekornya dan tubuhnya indah itu. Tapi ada satu yang menarik perhatian saya, yaitu sebuah ikan cupang hias yang hampir mati. Kata teman saya ikan cupang ini habis bertarung (gila juga, padahal itu cupang hias). Ekornya sudah agak kusut, dan gerakannya juga sudah tidak lincah. Warnanya juga tidak terlalu menarik.

Entah kenapa tiba-tiba teman saya itu menawarkan saya ikan yang mau mati itu. Ya mungkin karena memang dia sudah mau mati atau warnanya tidak menarik lagi. Atau entahlah yang pasti saya senang sekali membawa pulang ikan cupang hias ini.
Ikan ini saya taruh di toples kecil (toples selai), kemudian saya taruh di meja belajar saya. Jadi kalau suntuk gitu tinggal melihat ikan ini. Tapi sayangnya, ikannya sudah lemas begitu. Kalau ayah tidak berkata hal yang bijak, saya tidak tahu apa jadinya. “Ry, kalau kamu memang niat memelihara ikan itu, maka kamu hanya akan berpikir bagaimana membuat ikan itu kembali sehat dan memukau seperti sedia kala. Walaupun sulit, tetapi ada peluang. Ayah ga mau kamu berpikir terbalik, walaupun ada peluang tetapi hal ini sulit….“
Cess… Dalam sekali nasihatnya. Subhanallah. Iya, benar juga. Akhirnya saya coba untuk mencari tahu bagaimana kiat menyembuhkan, kiat memperindah, kiat merawat ikan cupang hias ini. Saya bayangkan suatu saat nanti ikan ini akan tumbuh dengan indahnya Sampai saya rela mencari kutu air (kalau jentik nyamuk beda gizi katanya, siapa tuh yang bilang waktu itu), walaupun sampai nyari ke empang tetangga. Gapapa deh. Yang penting ekornya yang indah itu bisa berkibar lagi.
Dan memang benar, hanya dalam waktu beberapa minggu (bahkan hari), kesehatannya membaik dan dia tampak lincah kembali. Ekornya semakin besar dan melebar indah berkilauan. Warnanya adalah gradasi antara hijau perak dan biru (Subhanallah banget deh pokoknya ikan ini). Ketika saya sedang belajar dan lagi suntuk, saya lihat ikan ini kesana-kemari di meja belajar. Sambil mengibas-ngibaskan ekornya yang indah berkilauan.
Subhanallah, indah sekali….
Seolah-olah dia tahu ketika saya sedang bosan, dia kibarkan kecantikan ekornya dengan sangat elegan (apa ya bahasanya?), seolah-olah dia tahu kalau saya sedang ingin dihibur. Seolah-olah dia tahu bahwa dia harus berterima kasih karena dia sudah ditolong.
Kalau ada pertemuan tentunya ada perpisahan. Memang mungkin karena umur, ikan ini akhirnya mati. Dan saya waktu itu sempat meringis sedih juga karena ikan ini sudah bersama saya selama beberapa bulan dan selalu menemani saya ketika belajar.
Dan tahukah kamu kawan, semenjak saat itu saya termotivasi untuk bisa menjadi seperti ikan itu. Memiliki keindahan pribadi yang menawan, untuk memberi kesejukan kepada orang lain, dan bermanfaat bagi sesamanya.
————————————————————————————————-
Kawanku semua, bisakah kamu belajar dari kisah di atas? Seekor ikan cupang hias yang hampir mati, ya! Hampir mati!! Hanya seekor ikan yang sudah tidak dianggap oleh pemiliknya yang lama. Kemudian dengan sebuah kerja keras menjelma menjadi sebuah ikan yang cantik.
Kalau ikan itu bisa membuat manusia termotivasi untuk bekerja keras, kenapa kita tidak bisa memotivasi diri kita dan orang lain untuk menggunakan potensi semaksimal mungkin?
Kalau ikan itu bisa memberikan sebuah keindahan dan ketentraman di hati manusia, kenapa kita tidak bisa mencoba memberikan rasa nyaman dan tenteram dengan keindahan akhlak perilaku kita kepada manusia?
Kalau ikan itu bisa menampilkan keindahannya dari keadaan hampir menjadi seonggok bangkai , kenapa kita sebagai manusia hanya bisa menjelek-jelekkan dan iri kepada orang lain yang lebih dari kita?
Kalau ikan itu senantiasa dirindukan pemiliknya, apakah kita yakin kalau diri kita merupakan pribadi yang dirindukan? Atau bahkan teman-teman kita enggan dengan kehadiran kita!
Kalau ikan itu bisa membuat pemiliknya menangis ketika dia mati, apakah kita yakin seandainya kita saat ini meninggal, kepergian kita akan dirindukan?
Sahabtku……. Renungkanlah… Renungkanlah…. Buatlah catatan-catatan akan komitmenmu untuk menjadi lebih baik. Tulislah dalam hatimu, “aku harus menjadi inspirasi dan motivator untuk diriku dan lingkunganku, dengan begitu aku bisa menggerakkan umat untuk menjadi lebih baik”, atau “aku harus memberikan senyuman setiap hari kepada temanku, karena senyum itu pasti bisa menyembuhkan berbagai penyakit hati dan menentramkan hati orang lain.”, sebuah pernyataan kecil akan menjadi besar maknanya kalau kamu berjiwa besar. Ga mau kan kalah sama ikan? ^^
Dan renungkanlah ayat ini :QS. At-Tin : 4QS. Ali-Imran : 104-110QS. Al-A’raf : 172Bukan hanya dibaca, tapi renungkan. Pahami dalam-dalam. Resapi maknanya…..
Salam Sukses!

By Arry Rahmawan
from Inspirasi Blog

Gila ! Seorang Pria Tinggal Di Peti Mati

Freud de Melo
Seorang pria merasa takut sekali dengan yang namanya pemakaman. Untuk membuang rasa takutnya tersebut, ia membangun sebuah ruangan di bawah tanah.Ruangan bawah tanah tersebut, dilengkapi dengan televisi, sirkulasi udara, dan megaphone sebagai alat penghubung ke dunia luar, dan berbagai macam perlengkapan lainnya.Adalah Freud de Melo (78), yang memiliki ruangan bawah tanah ini, di kawasan Brasil. Ia memiliki ketakutan yang luar biasa dengan yang namanya peti mati dan kuburan.Kabarnya penyakit jenis ini dinamakan taphephobia. Oleh sebab itu, ia mengambil keputusan untuk tinggal di sebuah peti mati yang dikubur di bawah tanah.“Saya mempunyai khayalan dan mimpi yang buruk tentang peti mati dan kuburan. Makanya saya menggali ruangan bawah tanah, seakan-akan saya menggali kuburan sendiri” ujar Freud.Hingga saat ini hidup di sebuah peti mati seperti yang dilakukan Freud, menjadi bahan pembicaraan yang hangat. Bahkan ada yang mengusulkan akan menjadikannya sebuah taman wisata, yang paling eksentrik.“Ketika saya berada di bawah saya pernah berteriak minta tolong. Karena saya merasa seperti dipendam di bawah tanah. Takut sekali” ujarnya.“Untung saja dalam waktu yang cepat, ada yang menolong saya” imbuhnya lagi. Ada-ada saja... (mcu/ais)Sumber : www.rileks.com